Penegakan Hak Asasi Manusia - Pada penjelasan kali ini, Anda diajak belajar tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Tahukah Anda yang dimaksud dengan HAM? HAM merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa sejak ia lahir hingga meninggal.
Hak-hak tersebut antara lain hak untuk hidup, hak untuk berusaha, hak untuk beragama, hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk memperoleh kemerdekaan, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan sebagainya. Pada setiap HAM, terkandung martabat kemanusiaan, yaitu hal-hal yang harus dipenuhi agar harga diri dan nilai-nilai kemanusiaan dapat terjaga dengan baik.
Penegakan Hak Asasi Manusia |
Bentuk penjajahan terhadap bangsa Indonesia sesungguhnya merupakan awal munculnya pelanggaran terhadap HAM. Untuk itu, berbagai bentuk perjuangan untuk merdeka dari penjajahan merupakan bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Seiring perkembangan gagasan demokrasi yang mendunia, persoalan terhadap HAM menjadi sorotan utama di masyarakat danpemerintah. Bahkan organisasi internasional, seperti PBB, pun peduli terhadap upaya penghormatan dan penegakan masalah HAM ini. Bentuk kepedulian ini ditunjukkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa, baik cetak maupun elektronik. Oleh karenanya, masalah HAM adalah masalah bersama yang memerlukan partisipasi aktif untuk menghargainya demi kehidupan manusia yang lebih beradab.
A. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM)
1. Konsep tentang HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab.
Baca juga
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara. hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Masyarakat di seluruh dunia mengakui bahwa HAM harus ditegakkan demi menjamin martabat manusia seutuhnya. Hal itu tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun demikian, penegakan atas HAM tidaklah mudah, banyak sekali menghadapi tantangan, seperti masih adanya berbagai tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara ataupun masyarakat. Tindakan pelanggaran atas HAM merupakan kejahatan yang perlu dicegah dan diatasi oleh masyarakat, bangsa ataupun masyarakat dunia.
Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dicetak dan disebarluaskan oleh PBB |
HAM pada dasarnya adalah bersitat kodrati. Hak tersebut merupakah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap orang pasti memilikinya: siapa pun orangnya, dimana pun ia berada, bagaimana pun keadaannya. Dasar keberadaan HAM adalah kodrat seseorang sebagai manusia. Dengan demikian, HAM seseorang tidak bergantung pada pengakuan pihak lain. Diakui atau tidak oleh pihak lain, setiap orang tetap saja memiliki HAM. HAM juga tidak dapat dihilangkan oleh pihak lain manapun. Pihak lain hanya dapat tidak mengakui atau melanggar HAM. Akan tetapi meskipun tidak diakui atau dilanggar, HAM itu tetap ada.
HAM sebelum dan sesudah lahir mendapatkan perhatian dan penghormatan yang sama. Penghormatan HAM sebelum seseorang lahir misalnya, bayi dalam kandungan seorang ibu diperlakukan sama dalam mendapatkan hak hidupnya, sehingga pemaksaan lahir lewat aborsi tanpa alasan yang tepat merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Lebih jauh lagi bila hal ini berhubungan dengan hak warisan yang terkait dengan orang tuanya, secara hukum temyata juga mendapat perlindungan dan jaminan hukum yang sama dengan manusia setelah lahir. Begitu pula orang yang sudah meninggal dunia masih menjadi kewajiban asasi bagi yang hidup untuk menghormatinya secara layak. Meskipun secara sosial-psikologis lebih tertuju pada rasa dan ikatan emosional terhadap keluarga atau ahli warisnya (yang masih hidup).
Perlu diingat, ada berbagai versi definisi mengenai HAM. Satu sama sama lain seringkali berbeda. Masing-masing definisi berikut menekankan segi-segi tertentu dari HAM.
- HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
- HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia di segala masa dan di segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai manusia (A.J.M. Milne).
- HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dan kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia (David Beetham & Kevin Boyle).
- HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat, jadi bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia (Franz Magnis- Suseno).
- HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki- laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi
- tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia (C. de Rover).
- HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah (Austin-Ranney).
3. Ciri Khusus Hak Asasi Manusia
Dibandingkan dengan hak-hak yang lain, hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus, terutama karena asasinya. Ciri khusus hak asasi manusia adalah sebagai berikut.
- Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
- Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Memang persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
- Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan.
- Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam kenyataannya hak asasi manusia dapat dijabarkan dalam berbagai aspek kehidupan. Di lain pihak terdapat pula kewajiban-kewajiban asasi. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial akan sering terjadi perbenturan kepentingan antara seseorang dengan yang lain. Maka secara praktiknya, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak. Karena akan terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sendiri (hak asasi orang lain).
4. Macam-macam Hak Asasi Manusia (HAM)
Pengakuan dan jaminan hak asasi manusia dinyatakan dalam Piagam PBB atau Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia Hak Asasi Manusia) yang terdiri atas 30 pasal. Deklarasi itu diterima oleh negara anggota pada tanggal 10 Desember 1948. Tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.
Dalam Pasal 1 deklarasi tersebut dengan tegas dinyatakan bahwa sekalian orang dilahirkan merdeka mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi, serta kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan. Hak asasi Manusia menurut Piagam PBB adalah :
- hak untuk hidup,
- hak untuk kemerdekaan hidup,
- hak untuk mendapatkan perlindungan hukum,
- hak berpikirdan mengeluarkan pendapat,
- hak mendapatkan pcndidikan dan pengajaran,
- hak menganut aliran kepercayaan atau agama,
- hak untuk memperoleh pekerjaan,
- hak memiliki sesuatu,
- hak untuk memperoleh nama baik.
Cakupan HAM amat luas, seluas kehidupan manusia. Karena itu, ada bermacam-macam HAM. Namun, secara umum HAM dibedakan menjadi dua macam. Pembedaan dua macam HAM ini didasarkan pada dua instrumen HAM intemasional. Kedua instrumen itu adalah Kovenan Internasional tentang Hak- hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights/ ICCPR) dan Kovenan Intemasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (The International Covenant on Economics, Social and Cultural Rights/ ICESCR).
Adapun kedua macam HAM itu adalah:
a. Hak sipil dan politik, antara lain
- hak untuk hidup:
- hak atas kebebasan dan persamaan;
- hak atas kesamaan di muka badan badan peradilan;
- hak atas berpikir, mempunyai konsiensi dan beragama;
- hak mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan:
- hak kebebasan berkumpul secara damai;
- hak untuk berserikat.
b. Hak ekonomi, sosial, dan budaya, antara lain
- hak atas pekerjaan;
- hak untuk membentuk serikat pekerja;
- hak atas pensiun;
- hak atas hidup yang layak;
- hak atas, pendidikan.
Patut diingat bahwa ICCPR dan ICESCR bersama dengan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights/ UDHR) merupakan instrumen utama HAM intemasional. Ketiga instrumen tersebut secara bersama-sama serine disebut International Bill of Human Rights. Dengan berlakunya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan dua naskah perjanjian di atas, hak asasi manusia makin berkembang dan diterima oleh banyak negara. Konvensi intemasional tentang hak asasi manusia banyak dibuat, baik secara internasional maupun oleh negara-negara dalam satu wilayah regional.
Sementara itu, secara umum hak asasi asasi manusia terdiri atas (enam) macam, yakni sebagai berikut.
- Hak asasi pribadi (personal rights).
- Hak asasi ekonomi (poverty rights).
- Hak asasi politik (political rights).
- Hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
- Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights).
- Hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata cara peradilan dan per lindungan (procedural rights).
Demikianlah macam-macam hak asasi manusia seperti yang dicantumkan dalam konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan kita. Di samping itu, dimuat pula kewajiban dasar manusia, yaitu sebagai berikut.
- Setiap orang yang ada di wilayah negara Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis, dan hukum intemasional (mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Indonesia).
- Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
- Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.
- Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada batasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
B. Sejarah Perkembangan HAM
1. Sejarah Perkembangan HAM di Dunia
Sejarah hak asasi manusia bermula dari dunia Barat (Eropa). Pada
abad ke- 17 seorang filsuf Inggris, John Locke merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap
diri manusia, yaitu hak atas hidup,
hak kebebasan, dan hak milik. Pada
saat itu hak masih terbatas pada
bidang sipil (pribadi) dan politik. Ada
tiga peristiwa penting di dunia Barat
yang menandai sejarah perkembangan
hak asasi manusia, yaitu Magna Charta, Revolusi
Amerika, dan Revolusi Francis.
a. Magna Charta (1215)
Magna Charta adalah
piagam perjanjian antara Raja John dm
Inggris dengan para bangsawan. Isinya adalah raja memberi jaminan beberapa hak kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan
tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah
diberikan oleh para bangsawan. Sejak
saat itu jaminan hak tersebut berkembang dan
menjadi bagian dari sistem
konstitusional Inggris.
b. Revolusi Amerika (I276)
Revolusi Amerika, yaitu perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris. Revolusi ini menghasilkan Declaration
of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat
menjadi negara merdeka
tanggal 4 Juli 1776.
c. Revolusi Francis (1789)
Revolusi Prancis. yaitu
pemberontakan rakyat Francis kepada rajanya sendiri (Louis) yang lelah benindak
sewenang-wenang dan absolut. Revolusi Prancis menghasilkan Declaration des droits de I'homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara). Pernyataan ini memuat tiga hal, yaitu hak atas
kebebasan (liberty), kesamaan (egality) dan persaudaraan (fraternite).
Hak asasi manusia telah meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara Barat
saja, tetapi sudah diakui
seluruh dunia dan bcrsifat universal. Hak asasi manusia sekarang ini telah menjadi isu kontemporer di dunia. Pengakuan bahwa hak asasi manusia adalah universal dan
harus diperjuangkan bersama dicanangkan dalam Declaration Universal of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi) oleh PBB
pada tanggal 10 Desember tahun 1948.
Bunyi Pasal 1 deklarasi
tersebut dengan tegas menyatakan,
"Sekalian orang dilahirkan merdeka dan
mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan".
Deklarasi tersebut melambang- kan komitmen, moral dunia internasional pada hak asasi manusia. Deklarasi universal ini menjadi pedoman dan sekaligus standar minimum yang dicita- citakan umat manusia untuk menciptakan dunia yana lebih baik dan damai. Berawal dari deklarasi universal tersebut negara-negara yang tergabung dalam berbagai organisasi dan kelompok regional mulai merumuskan bersama hak asasi manusia sebagai komitmen mereka dalam
menegakkan hak asasi manusia. Setiap negara juga mulai menunjukkan jaminan hak asasi manusia
dalam konstitusi atau undang-undang
dasarnya.
a. African Charter on Human and Peoples Rights
Afrika (Banjul) Manusia
dan Piagam Hak Masyarakat, 27 Juni 1981, OAU. Negara-negara Afrika anggota Organisasi Persatuan Afrika, pihak dalam
konvensi ini berjudul “Piagam Afrika Manusia
dan Hak Rakyat”.Dalam konferensi ini, semua negara Afrika
secara tegas berkomitmen untuk memberantas segala bentuk
kolonialisme dari
Afrika, untuk mengkoordinasikan
dan mengintensifkan kerjasama
dan upaya untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik bagi masyarakat Afrika. Selain itu,
juga meningkatkan kerja sama
internasional harus memerhatikan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Semua negara Afrika sadar bahwa untuk mencapai pembebasan total Afrika,
orang-orang masih berjuang untuk menghilanglang
kolonialisme, neokolonialisme, apartheid,
dan Zionisme. Selain itu, untuk membongkar
pangkalan militer
asing yang agresif
dan segala bentuk diskriminasi,
khususnya pada kelompok etnis ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan pendapat politik.
b. Declaration on The Rights to Development
(Deklarasi Hak atas
Pembangunan) pada tahun 1986 oleh negara
Dunia Ketiga. Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah subjek
utama proses pembangunan dan
kebijakan pembangunan sehingga manusia
sebagai peserta utama dan penerima
manfaat pembangunan.Upaya di tingkat internasional untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia harus
disertai dengan
upaya untuk membangun tata ekonomi baru
internasional. Ditegaskan bahwa ada
hubungan erat antara perlucutan senjata dan pembangunan. Kemajuan di bidang
perlucutan senjata jauh akan mempromosikan kemajuan di bidang pengembangan.
Sumber daya dirilis melalui langkah-langkah perlucutan senjata harus dialokasikan
untuk pembangunan ekonomi, sosial,
dan kesejahteraan semua masyarakat,
khususnya, orang-orang dari negara-negara berkembang,
serta pengakuan hak untuk pembangunan adalah
hak asasi manusia
yang tidak dapat dicabut. Kesetaraan kesempatan
untuk pembangunan adalah hak prerogatif kedua
negara dan individu yang membentuk
negara.
a. Cairo Declaration on Human Right in Islam
Deklarasi Kairo tentang
Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari negara-negara anggota
Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikn gambaran umum pada Islam tentang
hak asasi manusia dan menegaskan Islam
syariah sebagai satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya
untuk menjadi pedoman umum bagi negara anggota OKI di bidang hak asasi manusia. Deklarasi ini sebagai respon Islam pada pasca-Perang Dunia II PBB dari tahun 1948.
b. Bangkok Declaration
Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan
negara-negara Asia pada lahun 1993.
Dalam konferensi ini, pemerintah negara-negara Asia telah menegaskan kembali komitmennya
terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Mereka menyatakan pandangannya saling
ketergantungan dan dapat dibagi hak asasi manusia dan menekankan perlunya universalitas, objektivitas, dan nonselektivitas hak asasi manusia.
c. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993
Deklarasi ini merupakan
deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota PBB di ibu kota
Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya, dikenal dengan Deklarasi Wina. Hasilnya
adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan.
Deklarasi ini sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi HAM,
yaitu bentuk evaluasi serta penyesuaian yang disetujui semua anggota PBB,
termasuk Indonesia.
2. Sejarah Penegakkan HAM di Indonesia
Latar belakang perlunya penegakan hak asasi manusia adalah sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Manusia dengan teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan semena-mena menguasai dan menjajahbangsa lain. Hak asasi manusia dibutuhkan untuk melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia. Kerusuhan, kekerasan, danpeperangan adalah tanda dari tindakansewenang-wenang antarsesama manusia dengan saling menghargai harkat dan martabatnya.
a. Pada masa Pra-Kemerdekaan
Meskipun HAM telah dikenal sejak lama, pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Raden Ajeng Kartini adalah orang Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikian mengenai HAM. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan.
a. Pada Masa Kemerdekaan
1) Pada Masa Orde Lama
Gagasan mengenai perlunya HAM
selanjutnya berkembang dalamSidang BPUPKI. Dalam sidang itu, Mohammad Hatta, Mohammad Hatta, Mohammad Sukiman merupakan tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945. Akan tetapi, upaya mereka kurang berhasil. HAM hanya
sedikit diatur dalam UUD 1945. Sementara itu,
Konstitusi RIS dan UUDS 1950
sesungguhnya mengatur HAM secara menyeluruh.
Namun kedua konstitusi itu
hanya berlaku sebentar saja.
1) Pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, intensitas pelanggaran HAM mencapai
puncaknya. Ini terjadi terutama
karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat)
yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Pada tahun 1993 dibentuk
Komisi Hak Asasi Manusia.
Namun, karena kondisi politik, Komisi
tersebut tidak bisa berfungsi dengan
baik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan
reformasi untuk
mengakhiri kekuasaan Orde Baru.
2) Pada Masa Reformasi
Di Indonesia, masalah penegakan
hak asasi manusia telah menjadi tekad
dan komitmen yang kuat dari segenap komponen
bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu, misalnya, berupa membaiknya
iklim kebebasan dan lahirnya
berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Beberapa dokumen itu, antara lain: UUD 1945 hasil amandemen, Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Demikian pula muncul lembaga Peradilan
HAM.
Pada tahun 2005 pemerintah juga meratifikasi dua instrumen sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
C. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Pelanggaran hak asasi manusia oleh masyarakat atau warga negara dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang terhadap seseorang, sedangkan pelanggaran dapat dilakukan lembaga publik terhadap aparat negara atau pemerintah. Pelanggaran hak asasi manusia ini menghasilkan kasus-kasus, seperti kekerasan massal, perkelahian antarakelompok masyarakat, aksi penjarahan dan pembakaran, perusakan, teror, ancaman, perilaku anarki, dan konflik antarkelompok bangsa. Pada umumnya pelanggaran hak asasi manusia tidak kalah keras dan kejamnya atau bahkan lebih membahayakan kehidupan berbangsa daripada pelanggaran dari pihak penyelenggara negara. Pelanggaran oleh masyararat mudah meluas dan meningkat sehingga makin sulit penyelesaiannya.
Salah satu kebijakan dalam bidang hukum adalah meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Pembentukan lembaga penegakan hak asasi manusia, antara lain, sebagai berikut.
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Posisi Komnas HAM kedudukan dan fungsinya dikuatkan berdasar UU No. 39 Tahun 1999 sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komnas HAM dapat membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM untuk kasus-kasus tertentu. Komnas HAM pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993. Pembentukan tersebut dilakukan atas rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan sponsor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keberadaan Komnas HAM semakin diperkuat dengan lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU tersebut keberadaan Komnas HAM diatur dalam pasal 75 sampai dengan pasal 99. Tujuan dari pembentukan
Komnas HAM adalah :
- mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan
- meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya, dan memampukannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Guna mewujudkan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan empat macam fungsi, yaitu: pengkajian, penelitian, penyuluhan dan mediasi tentang hak asasi manusia. Keempat fungsi tersebut selanjutnya dirinci menjadi 22 tugas dan kewenangan. Tugas dan kewenangan tersebut dapat dibaca lebih lanjut dalam UU No. 39 Tahun 1999 pasal 89.
Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Indonesia. Komnas HAM beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang profesional, berdedikasi, dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikankeadilan, menghormati hakasasimanusia, dan kewajibandasar manusia.
2. Pengadilan HAM
aaaPengadilan HAM dibentuk
berdasar Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM sebagai pengadilan
khusus yang berada di bawah lingkungan peradilan umum dan berkedudukan
ditingkat kabupaten/kota.
Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada dalam lingkup
Peradilan Umum. Pengadilan
HAM berkedudukan di daerah
kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi
daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Pengadilan HAM berkedudukan diwilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pengadilan
HAM khusus mengadili
pelanggaran HAM berat. Adapun
yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat
adalah kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (ps.7).
a. Genosida
Genosida adalah
usaha sistematis untuk menghabisi suatu kaum atau suku bangsa oleh suku
bangsa lain. Genosida adalah
tindakan pelanggaran hak
asasi manusia yang paling mengerikan danmembahayakan bagi kehidupan suatu bangsa.
Misalnya ketika
Hitler menjadi penguasa Jerman
hendak menghilangkan hak hidup bangsa
Yahudi pada Perang Dunia II. Ribuan
orang Yahudi mati di kamp-kamp konsentrasi.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
- membunuh anggota kelompok;
- mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota- anggota kelompok;
- menciptkan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
- memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
- kelahiran di dalam kelompok; atau
- memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kekelompok lain.
b. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik dan diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Contoh: Kekejaman Polpot saat memerintah sebagai Presiden Kamboja (1975 - 1979), kekejaman Tentara Serbia Bosnia terhadap penduduk sipil Bosnia di tahun 1990-an dalam perang Balkan. Serangan Kejahatan Kemanusiaan tersebut menimbulkan:
- pembunuhan,
- pemusnahan,
- perbudakan,
- pengusiran alau pemindahan penduduk secara paksa,
- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik orang lain secara sewenang-wenang sehingga melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.
- Penyiksaan
- Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk - bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
- Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
- Penghilangan orang secara paksa.
- Kejahatan Apartheid, yaitu sistem politik yang diskriminatif terhadap manusia atas dasar pembedaan ras, agama, dan suku bangsa .
c. Pengadilan Ad Hoc HAM
Pengadilan Ad Hoc HAM. yaitu pengadilan khusus untuk kasus-kasus HAM yang terjadi sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 2A Tahun 2000.
d. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yaitu penjelasan kasus HAM di luar pengadilan HAM.
Tantangan bagi penegakan hak asasi manusia adalah adanya tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara. baik yang disengaja atau tidak disengaja, kelalaian dengan cara melawan hukum, mengurangi, menghalangi. membatasi, maupun mencabul hak asasi manusia. Korban pelanggaran itu akan dijamin dalam undang-undang dan mendapat penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaranterhadap hakasasi manusia dapat dilakukanoleh dua pihak yaitu:
- pihak negara dalam hal ini aparat negara atau pemerintah (state actors),
- pihak masyarakat atau warga negara (non state actors).
3. Pendekatan dalam Upaya Penegakan HAM
Upaya
penegakan HAM umumnya dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus, yaitu: pencegahan dan penindakan. Pencegahan adalah upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin kondusif
bagi penghormatan HAM. Upaya ini dilakukan
melalui berbagai cara persuasif.
Sedangkan penindakan pada dasarnya
adalah upaya untuk menangani kasus
pelanggaran HAM berdasarkan
ketentuan okum yang berlaku.
a. Penegakan melalui Pencegahan
Penegakan HAM melalui pencegahan antara lain dilakukan
dalam bentuk upaya-upaya
sebagai berikut.
- Penciptaan perundang-undangan HAM yang semakin lengkap, termasuk di dalamnya ratifikasi berbagai instrument HAM internasional.
- Penciptaan lembaga-lembaga pemantau dan pengawas pelaksanaan HAM. Lembaga ini bisa merupakan lembaga negara yang bersifat independen (misalnya Komnas HAM) maupun lembaga-lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat (berbagai organisasi non-pemerintah/LSM yang bergerak dalam bidang pemantauan HAM/human rights watch)
- Penciptaan perundang-undangan dan pembentukan lembaga peradilan HAM
- Pelaksanaan pendidikan HAM kepada masyarakat melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam hal ini, media massa cetak maupun elektronik serta organisasi nonpemerintah/LSM yang bergerak dalam penyadaran masyarakat memiliki peran yang amat besar.
b. Penegakan melalui Penindakan
Adapun penegakan HAM melalui penindakan antara lain dilakukan dalam bentuk upaya-upaya sebagai
berikut.
- Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM. Dalam hal ini, lembaga-lembaga bantuan hukum serta organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang advokasi masyarakat memainkan peran penting.
- Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM. Dalam hal ini Komnas HAM, lembaga-lembaga bantuan hukum, dan LSM HAM memilikiperanpenting.
- Investigasi, yaitu pencarian data, informasi, dan fakta yang berkaitan dengan peristiwa dalam masyarakat yang patut diduga merupakan pelanggaran HAM. Investigasi ini merupakan tugas Komnas HAM. Namun, pada umumnya LSM HAM maupun media massa juga melakukannya secara independen.
- Penyelesaian perkara melalui perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan proses ini.
- Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui proses peradilan di pengadilan HAM. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida (menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama dengan cara-cara tertentu) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (serangan yang meluas dan sistematik yang ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil).
- Penanganan Pelanggaran HAM di Indonesia. Di Indonesia pernah terjadi sebagai Kasus-kasus pelanggaran HAM. Dari beberapa kasus tersebut, ada yang sudah dipersidangan di pengadilan. Dibawah ini kasus disampaikan beberapa contoh peristiwa/kasus serta upaya-upaya penanganannya.
a) Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus Tanjung Priok terjadi pada tanggal 12 September 1984. Menurut catatan media massa, korban yangjatuh sebanyak 79 orang. Korban tersebut terdiri 54 orang yang mengalami luka- luka, dan 24 orang meninggal. Menurut laporan Komnas HAM, dalam kasus Tanjung Priok telah terjadi pelanggaran HAM berat berupa: pem- bunuhansecara kilat, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa. Proses persidangan sudah dilangsungkan. Namun hingga kini, para pelaku dibebaskan.
b)Kasus Marsinah (1993)
Marsinah adalah karyawati PT CPS. la adalah seorang aktivis buruh. Mayat Marsinah ditemukan tanggal 9 Mei 1993 di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Diduga keras, ia tewas dibunuh akibat keterlibatannya dalam demonstrasi buruh di PT CPS tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Tanggal 30 September 1993 dibentuk Tim Terpadu untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah.
Tim tersebut menangkap, memeriksa, dan mengajukan 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Per- sidangan berlangsung sejak persidangan tingkat pertama, banding, dan kasasi. Dalam persidangan kasasi di Mahkamah Agung, semua terdakwa ternyata dibebaskan dari segala dakwaan, alias bebas murni. Putusan tersebut menimbul- kan ketidakpuasan meluas di kalangan masyarakat.
c) Kasus Tri Sakti /Semanggi I & Semanggi I & II (1998)
Peristiwa Semangi adalah peristiwa meningggalnya empat orang mahasiswa yang sedang berunjuk rasa menentang pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998.
Pada tanggal 18 November 1998 ribuan mahasiswa bersama masyarakat menuju kompleks Gedung MPR/ DPR. Petanghari sampai malam suasana makin tegang karena aparat kepolisian dan militer berhadapan dengan mahasiswa. Di kawasan Semanggi terjadilah aksi keributan dan penen- tangan. Empat orang contoh bagaimana negara berhadapan dengan rakyat, terutama saat terjadinya demonstrasi atau unjuk rasa. Hal itu merupakan kesulitan negara saat harus mengendalikan rakyatnya sehingga tidakbertindakanarki. Disisi lain harus pula menghargai dan menegakkan hak asasi manusia.
d) Kasus Kerusuhan Timor-Timor Pasca Jajak Pendapat (Referendum) 1999
Timor Leste akhirnya resmi berpisah dengan Negara Kesatuan Republiklndonesia setelah hasil jajakpendapat dimenangkan oleh kelompok yang menolakotonomi khusus pada bulanAgustus 1999. Namun, hasil itu menimbulkan reaksi bagi masyarakat yang prointegrasi sehingga terjadi kerusuhan massal dan pembakaran besar-besaran di wilayah tersebut.
Termasuk didalamnya pembumihangusan kota Dili. Menurut temuan KPP
HAM, dalam kasus Timor-Timur telah terjadi pelanggaran HAM berat.
Pelanggaran HAM berat tersebut meliputi: pembunuhan massal dan sistematis, penganiayaan dan penyiksaan,
penghilangan paksa, kekerasan berdasarkan jender,
pemindahan penduduk secara
paksa, dan pembumihangusan. Sejumlah tersangka
kasus Timor-Timor telah diajukan ke
Pengadilan HAM. Tetapi, teryata proses hukum
dan hukuman yang dijatuhkan tidak mencerminkan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. Akibatnya, banyak
warga masyarakat merasa tidak
puas, termasuk masyarakat internasional.
e) Kasus Pembunuhan Theys Hiyo E Luay (2001)
Theys Hiyo Eluay adalah Ketua Umum Presidium
Dewan Papua (PDP). Theys meninggal
secara tidak wajar
pada tanggal 11 November
2001. Dia meninggal dalam mobil yang
ditumpanginya setelah menghadiri peringatan acara Sumpah Pemuda. Sopir
mobil itu dikabarkan melarikan diri. Saat itu Theys masih menghadapi proses pengadilan sehubungan dengan tuduhan tindak
pidana makar terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan mendirikan negara merdeka Papua. Berita-berita menyebutkan bahvva meninggalnya Theys ada
kaitannya dengan kegiatan politik
yang dilakukannya.
f) Kasus Pembunuhan Munir
Aktivis HAM dan pendiri Kontras (Komisi
untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan) dan
Imparsial, Munir (39 thn) meninggal di
atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974
ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah
pasca-sarjana (7 September 2004). Sesuai dengan rasa nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan
otopsi atas jenazah almarhum.
Pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari media Belanda
bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau
meninggal akibat racun rsenic dengan
jumlah dosis yang fatal.
Sejumlah organisasi
HAM Indonesia akan membawa kasus Munir ke Komisi HAM PBB dalam sidangnya
yang ke-16 di Jenewa,
Swiss 14 Maret-22
April 2005 mengingat Munir sudah menjadi tokoh HAM internasional.
4. Hambatan dan Tantangan Penegakkan HAM di Indonesia
a. Hambatan
Dalam menegakkan pelaksanaan HAM
di Tanah Air, banyak sekali berbagai hambatan, baik yang berasal dari luar negeri maupun
dari dalam negeri.
1) Hambatan dari Luar negeri
Hambatan
yang berasal dari luar negeri antara lain, pengaruh ideologi Liberalisme. Liberalisme berasal dari kata
liberal
yang berarti berpendirian
bebas. Liberalismeadalah suatu paham yang melihat manusia sebagai makhluk
bebas. Artinya, manusia memiliki kemauan
bebas dan merdeka serta harus
diberikan kesempatan untuk memajukan diri sendiri
dengan merdeka pula.
Kaum liberal
berkehendak membatasi
hak negara untuk mencampuri urusan ekonomi, kebudayaan,
agama, dan sebagainya. Mereka juga menuntut hak kemerdekaan menulis, menyampaikan
pikiran, memeluk agama, dan menentang rasialisme. Mereka menuntut perdagangan bebas, persamaan hak
bagi wanita, dan hak asasi manusia lainnya.
Dalam bidang politik, kebebasan individu atau
partai sangat ditonjolkan, sehingga dikenal adanya partai oposisi dan mosi tidak percaya kepada pemerintah yang sedang berkuasa. Apabila hak itu digunakan
untuk memenuhi batas minimum pemerintah di parlemen, pemerintah yang berkuasa akan jatuh. Akibat lebih lanjut adalah pemerintah menjadi tidak stabil dan program pembangunan tidak berjalan. Akhirnya upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat akan terhambat.
Paham Liberalisme
dilaksanakan di Eropa Barat, Amerika Serikat dan beberapa negara di Asia. Paham
ini menghendaki hal-hal berikut.
- Kekuasaan mutlak mayoritas atas minoritas sehingga dapat terjadi diktator mayoritas terhadap minoritas.
- Lebih mengutamakan pemungutan suara niayoritas dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, kelompok kecil pendapatnya tidak akan dipertimbangkan dalam pengambilan putusan sehingga bisa menimbulkan rasa frustrasi.
1) Hambatan dari Dalam Negeri
Hambatan
dari dalam negeri adalah sebagai berikut.
- Keadaan geografis Indonesia yang luas
- Wilayah Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang menyebar di seluruh Nusantara menjadi kendala dalam komunikasi dan sosialisasi produk hukum dan perundang-undangan. Suatu produk hukum tertentu yang berskala nasional memerlukan sosialisasi dalam waktu yang relatif lama. Hal ini sangat diperlukan, sebab penyebaran tingkat kualitas pendidikan dan kemajuan sosial budaya di Indonesia sangat bervariasi. Pengaruhnya adalah masalah di wilayah tertentu di Indonesia dapat menjadi masalah di wilayah yang lain.
Menurut Prof. Baharuddin Lopa, S.H. dalam
buku “Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum” (2001), disebutkan bahwa
ada 4 (empat) macam pelanggaran hak
asasi manusia di Indonesia, yaitu
sebagai berikut.
- Masih kentalnya budaya ewuh pekewuh, yang membuka peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sehingga penegakannya, (enforcement) terganggu.
- Adanya kecenderungan pada pihak-pihak tertentu, terutama yang memiliki kewenangan dan kekuasaan, saling tidak mampu mengekang.
- Law enforcement masih lemah dan seringkali bersifat diskriminatif.
- Adanya kebiasaan bahwa pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan, masih sering menyalahgunakannya.
a. Tantangan
Tantangan penegakan hak
asasi manusia di Indonesia adalah makin banyaknya kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang lerjadi. Kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagian telah
diselesaikan, sedangkan yang lainnya masih masih dapat diselesaikan. Terlebih
di era Reformasi ini kasus- kasus pelanggaran hak asasi manusia banyak sekali
kita dengar dan lihat. misalnya melalui pemberitaan di media, baik yang
dilakukan oleh pihak penyelenggara negara maupun oleh masyarakat.
Beberapa kasus
pelanggaran hak asasi manusia selama
kurun waktu periode Reformasi, antara lain penculikan, penganiayaan, dan penghilangan para aktivis, penembakan mati mahasiswa-mahasiswa Universitas
Trisakti. Selain itu, kerusuhan
13-15 Mei 1998 pembunuhan ulama-ulama di Jawa Timur
dan sejumlah peristiwa
kekerasan Timor Leste. Dari beberapa
kasus tersebut masih menyisakan perlunya penyelesaian hukum terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di
tempat tersebut.
Meskipun banyak kasus pelanggaran hak
asasi manusia di Indonesia
bukan berarti masalah
penegakan hak asasi manusia dikatakan lemah atau
tidak ada penegakun hukum. Terbukti sekarang
ini banyak pelaku-pelaku pelanggar
hukum menghadapi tuntutan hukum. Memang tidak mesti bahwa orang yang disangka
pelaku pelanggaran hak asasi manusia
akan dijatuhi hukuman. Hanya putusan pengadilanlah yang menyatakan bahwa mereka memang terbukti bersalah dan patut dijatuhi hukuman.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ada tantangan
utama dalam penegakan HAM di Indonesia.
- Budaya kekerasan seringkali masih menjadi pilihan berbagai kelompok masyarakat dalam menyelesaikan persoalan yang ada di antara mereka.
- Di satu sisi, belum ada pemerintahan yang memiliki komitmen, kuat terhadap upaya penegakan HAM dan mampu melaksanakan kebijakan HAM secara efektif, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
- Masih ada pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kekerasan dan diskriminasi sistematis terhadap kaum perempuan ataupun kelompok masyarakat yang dianggap minoritas.
- Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah dan lembaga-lembaga penegak hukum.
- Terjadinya komersialisasi media massa yang berakibat pada semakin minimnya keterlibatan media massa dalam pemuatan laporan investigatif mengenai HAM dan pembentukan opini untuk mempromosikan HAM.
- Di sisi lain, masih lemahnya kekuatan masyarakat (civil society) yang mampu menekan pemerintah secara demokratis, sehingga pemerintah bersedia bersikap lebih peduli dan serius dalam menjalankan agenda penegakan HAM.
- Budaya feodal dan korupsi menyebabkan aparat penegak hukum tidak mampu bersikap tegas dalam menindak berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat atau tokoh masyarakat.
- Ada sebagian warga masyarakat dan aparat pemerintah yang masih berpandangan bahwa HAM merupakan produk budaya Barat yang individualistik karena itu tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
- Desentralisasi yang tidak diikuti dengan menguatnya profesionalitas birokrasi dan kontrol masyarakat di daerah potensial memunculkan berbagai pelanggaran HAM pada tingkat lokal.
- Berbagai ketidakadilan pada masa lalu telah menyebabkan luka batin dan dendam antarkelompok masyarakat tanpa terjadi rekonsiliasi sejati.
- Dalam beberapa tahun terakhir perhatian masyarakat dan media massa lebih terarah pada persoalan korupsi, terorisme, dan pemulihan ekonomi daripada penanganan kasus-kasus HAM.
D. Instrumen Hukum dan Peradilan Internasional HAM
1. Pelanggaran Hak Asasi MAnusia (HAM) Internasional
Fakta menunjukkan bahwa selama abad ke-20, dengan Perang Dunia I dan II, jutaan orang yang terdiri atas anak-anak, perempuan, dan laki-laki telah menjadi korban kekejaman yang tidak dapat dibayangkan, yang sangat menggoncangkan hati nurani kemanusiaan. Kekejaman berat yang sangat serius telah menjadi keprihatinan seluruh masyarakat internasional dan telah mengancam perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan dunia.
Anehnya, sampai menjelang akhir abad ke-20, masih saja ada orang yang diduga kuat sebagai pelanggar hak asasi manusia berat, sama sekali masih bebas dan tidak tersentuh pengadilan. Apa sebabnya? Antara lain bahwa sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif melakukan proses peradilan terhadap pelaku kejahatan tersebut. Kalaupun ada, dulu penjahat perang dalam kasus PD I dan PD II, secara individu, mereka yang diduga kuat dan didukung sejumlah bukti, didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan (humanity crimes), kejahatan perang (war crimes), diadili dalam suatu pengadilan internasional yang dibentuk khusus di negara tertentu yang bersifat sementara (pengadilan ad hoc).
Seperti Mahkamah Nurrenberg dan Tokyo pasca PD II, atau yang dibentuk untuk mengadili penjahat perang di Yugoslavia (1993), di Rwanda (1994), dan sebagainya. Setelah selesainya pelaksanaan pengadilan ad hoc ini terus dibubarkan. Banyak terjadi bahwa pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yang dinilai oleh masyarakat internasional serius, (seperti Polpot di Kamboja, Idi Amin di Uganda, dan sebagainya), ternyata luput dari pertanggungjawaban individual atas segala kejahatan yang mereka lakukan, baik di depan sidang Pengadilan Nasional maupun di depan Mahkamah Pidana Internasional.
2. Instrumen HAM Internasional
Selain berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di atas, perlindungan HAM juga dilaksanakan dengan mengacu pada berbagai instrumen HAM internasional. Sampai sekarang, ada begitu banyak instrumen hukum HAM internasional. Beberapa instrumen hukum HAM internasional itu adalah sebagai berikut.
a. Hukum kebiasaan
Hukum kebiasaan adalah
Praktik Umum yang diterima sebagai hukum. Hukum kebiasaan ini menjadi salah satu sumber hukum yang digunakan oleh
Mahkamah Internasional dalam
menyelesaikan berbagai
sengketa intemasional.
Hukum kebiasaan internasional mengenai
HAM meliputi antara lain
larangan pembantaian massal, larangan
perbudakan dan perdagangan manusia, larangan
penyiksaan, larangan diskriminasi, dan
larangan terhadap berbagai tindakan pembunuhan dan sewenang-wenang.
b. Piagam PBB
Ketentuan mengenai HAM
dalam piagam PBB misalnya terdapat
dalam ketentuan-ketentuan berikut:
- Pasal 1, yang menyatakan: "Tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional ...dan menggalakkan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa maupun agama...".
- Pasal 55, yang menyatakan: "...Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menggalakkan (a) standar hidup yang lebih tinggi, pekerjaan penuh, kemajuan ekonomi dan kemajuan serta perkembangan sosial; (b) pemecahan masalah-masalah ekonomi, sosial dan, kesehatan internasional dan masalah- masalah terkait lainnya; budaya internasional dan kerja sama pendidikan; dan (c) penghormatan universal dan pematuhan hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia bagi semua tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa, dan agama".
- Pasal 56 yang menyatakan: "Semua anggota berjanji kepada diri mereka sendiri untuk melakukan tindakan secara bersama atau. sendiri-sendiri dalam bekerja sama dengan organisasi untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam pasal 55".
c. The International Bill of Human Rights
The International Bill of Human Rights adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk tiga instrumen utama HAM beserta dengan
protokol opsinya. Ketiga instrumen utama
yang dimaksud tersebut meliputi:
- Pernyataan Sedunia mengenai Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights---UDHR);
- Kovenan Internasiomal mengenai Hak-hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights---ICCPR);
- Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights---ICESCR);
- Protokol opsi pertama pada ICCPR. Kini, UDHR merupakan instrumen HAM terpenting. Semua instrumen internasional HAM merujuk pada UDHR. Bahkan, banyak konstitusi di berbagai negara merujuk pada UDHR.
a. Traktat-traktat pada Bidang Khusus HAM
Masyarakat internasional terus memajukan instrumen dalam bidang-bidang
khusus yang berkenaan dengan HAM.
Ada berbagai traktat khusus.
Traktat- traktat tersebut memiliki kekuatan
mengikat bagi negara-negara yang menjadi pesertanya. Adapun traktat-traktat
khusus yang terpenting adalah: Konvensi tentang Pencegahan
dan Penghukuman Kejahatan Genosida;
Konvensi tentang Status Pengungsi; Protokol mengenai Status Pengungsi; Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras; Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; Konvensi mengenai Penyiksaan dan Kekejaman Lainnya; Konvensi mengenai Perlakuan dan
Penghukuman lak Manusiawi atau yang Merendahkan Martabat;
Konvensi mengenai Hak-hak
Anak; Protokol Opsi pada ICCPR yang bertujuan
penghapusan hukuman mati.
Untuk lebih mengefektifkan
implementasi berbagai ketentuan mengenai
HAM tersebut, maka PBB membentuk organ
pelengkap yaitu Komisi Hak
Asasi Manusia (The Commission on
Human Rights/CHR). Komisi
ini merupakan badan yang sangat
penting dalam
kaitannya dengan upaya pemajuan dan penegakan HAM. Badan tersebut melakukan
studi, misi pencarian fakta, mempersiapkan
berbagai rancangan konvensi dan deklarasi, membahas berbagai pelanggaran HAM dalam
sidang-sidang umum atau khusus PBB serta
memperbaiki prosedur penanganan HAM.
Di samping itu, untuk memantau pelaksanaan
traktat-traktat Khusus, telah dibentuk
6 komite untuk mengawasi pelaksanaan traktat-traktat
tersebut di masing-masing negara
peserta traktat. Keenam komite tersebut adalah:
- ICCPR Human Rights Committee, mengawasi pelaksanaan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR);
- Committee on Economic, Social and Cultural Rights, mengawasi pelaksanaan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR);
- Committee on the Elimination of Racial Discrimination, mengawasi pelaksanaan International Covenantion on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CERD);
- Committee on the Elimination of Discrimination against Woman, mengawasi pelaksanaan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Woman (CEDAW);
- Committee Against Torture, mengawasi pelaksanaan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (CAT); dan
- Committee on the Rights of Child, mengawasi pelaksanaan Convention on the Rights of the Childs (CRC).
Sejauh ini, Indonesia telah
meratifikasi sejumlah
instrumen hukum HAM internasional. Melalui ratifikasi tersebut, maka instrumen hukum HAM
internasional tersebut menjadi hukum positif (dalam bentuk peraturan perundang- undangan) yang berlaku di Indonesia. Adapun peraturan perundang-undangan hasil ratifikasi tersebut meliputi,
antara lain:
- Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan UU No. 59 Tahun 1958.
- Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan UU No. 68 tahun 1958.
- Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of Discrimination against Women). Telah diratifikasi dengan UU No. 7 tahun 1984.
- Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Kepres No. 36 tahun 1990.
- Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak mengenai Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography). Telah ditandatangani pada tanggal 24 Sepetember 2001.
- Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of the Children in Armed Conflict). Telah ditandatangani pada 24 September 2001.
- Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi, dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Penyimpanannya serta Pemusnahannya (Convention on the Prohobition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxic Weapons and on Their Destruction). Telah diratifikasi dengan Kepres No. 58 tahun 1991
- Konvensi Internasional terhadap Anti-Apartheid dalam Olahraga (International Convention against Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan UU No. 48 tahun 1993.
- Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruet, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan UU No. 5 tahun 1998.
- Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 87, 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (International Lab our Organization Convention No. 87,1998 Concerning Freedom Association and Protection on the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan UU No. 83 tahun 1998.
- Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan UU No. 29 Tahun 1999.
- Protokol Tambahan Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of Discrimination against Women). Telah ditandatangani pada Maret 2000.
- Konvensi Internasional untuk Penghentian Pembiayaan Terorisme (International Convention for the Suppression of the Financing Terrorism). Telah ditandatangani pada 24 September 2001.
- Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economics, Social and Cultural Rights/ ICESCR). Telah Diratifikasi menjadi UU No. 11 Tahun 2005.
- Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR). Telah diratiflkasi menjadi UU No. 12 Tahun 2005.
Demikianlah,
berbagai peraturan
perundang-undangan hasil ratifikasi tersebut melengkapi peraturan perundang-undangan mengenai HAM produk
bangsa Indonesia sendiri. Kesemuanya itu menjadi rujukan upaya pemajuan,
penghormatan, dan penegakan HAM di
Indonesia. Lebih dari itu, ratifikasi tersebut menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia
berusaha melakukan
penegakan HAM sesuai
dengan standar internasional. Kenyataan tersebut
tentu patut kita syukuri, dengan cara lebih sering
dalam melakukan penegakan HAM.
3. Peradilan Terhadap Pelanggar HAM Internasional
Selama ini tampak adanya pelanggaran hak asasi manusia di suatu negara. Kebetulan penguasa di negara tersebut tidak mempedulikan. Untuk menciptakan keadilan maupun melindungi hak asasi manusia, maka seakan-akan tidak ada upaya hukum yang efektif dilakukan agar segera pelanggaran atau kejahatan kemanusiaan. Dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia maka dapat dibentuk pengadilan internasional untuk menangani kasus tersebut. Pengadilan internasional atas kasus pelanggaran berat hak asasi manusia akan dibentuk di suatu negara, apabila terjadi
hal-hal sebagai berikut.
- Berlangsung konflik yang terus-menerus.
- Mengancam perdamaian internasional ataupun regional,
- Pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup menciptakan pengadilan yang objektif.
- Pembentukan pengadilan internasional harus mendapat persetujuan Dewan Keamanan PBB. Lembaga yang berada dalam struktur organisasi PBB yang menangani persoalan sengketa dan tindakan kejahatan internasional adalah sebagai berikut.
a. Mahkamah Internasional (MI)
Mahkamah Internasional (MI) yang berkedudukan di Den Haag. MI merupakan organisasi langsung dari PBB. MI berwenang memutus perkara hukum yang dipersengketakan antar negara dan memberi pertimbangan hukum atas berbagai kasus yang dilimpahkan kepadanya.
b. Mahkamah Militer Internasional
Mahkamah
Militer Internasional yang terbentuk pada tahun 1945 bertugas mengadili para pelaku kejahatan perang, misalnya kasus kejahatan Perang Dunia II.
c. Mahkamah Pidana Internasional
Mahkamah tersebut
disahkan dengan Diplomatik PBB di Roma pada tanggal 17 Juli 1998 dan
disetujui oleh 120 negara (ada 7
negara menentang pembentukan tersebut
dan 21 abstain. Negara yang menentang antara
lain Amerika Serikat, Cina, dan
Irak). Mahkamah Internasional bersifat permanen
guna mengadili pelaku kejahatan kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan
agresi (crime
of aggression), kejahatan
perang (crime of war),
dan kejahatan genosida (crime of genocide). Mahkamah ini berkedudukan di Hague.
Mahkamah Internasional hanya mengadili perbuatan yang terjadi sesudah diberlakukannya Statuta Roma. Meskipun memiliki hubungan formal, Mahkamah
ini tidak menjadi bagian dari
organisasi PBB. Sebab,
pembentukannya didasarkan pada
perjanjian multilateral, bukan oleh PBB.
Namun demikian, Dewan Keamanan PBB mempunyai peranan penting
dalam Mahkamah tersebut. Dewan Keamanan bisa memprakarsai suatu penyelidikan terhadap sebuah kejahatan
yang menjadi kewenangan Mahkamah tersebut.
Mahkamah Internasional
terdiri atas 18 hakim yang bertugas selama 9 tahun. Hakim-hakim tersebut tidak boleh
dipilih kembali. Pengangkatan
para hakim dipilih oleh minimal
2/3 anggota yang telah meratifikasi Statuta Roma.
Prinsip yang mendasari
bekerjanya Mahkamah Internasional adalah Mahkamah Internasional merupakan pelengkap
bagi yurisdiksi pidana
nasional (bukan pengganti). Itu berarti, Mahkamah mendahulukan sistem
peradilan nasional. Apabila sistem peradilan nasional tidak mampu atau tidak bersedia melakukan proses hukum terhadap suatu kejahatan, barulah
berlaku yurisdiksi Mahkamah Internasional. Intinya, Mahkamah Internasional ada untuk
mendorong terselenggaranya
sistem peradilan nasional yang independen dan
efektif. Sehingga, hukum
nasional suatu negara
tidak bisa berjalan
ala kadarnya demi melindungi pelaku tindak
kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan agresi (crime of aggression), kejahatan perang (crime of war) dan kejahatan genocida (crime of genocide).
d. Pengadilan Internasional Khusus
Pengadilan internasional
khusus yang dibentuk PBB untuk menangani tindakan pelanggaran berat hak asasi
manusia, antara lain sebagai berikut.
- International Criminal Tribund for Yugoslavia (ICYT) dibentuk pada tahun 1993. Pengadilan ini dibentuk untuk mengadili kasus pelanggaran HAM akibat perang etnik di negara bekas Yugoslavia. Contoh mengenai pelaksanaan peradilan di Mahkamah Internasional adalah pengadilan terhadap Slobodan Milosevic dan Ratko Mladic. Keduanya adalah pemimpin Serbia vang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembersihan etnik (etnic cleansing) terhadap orang-orang Kroasia dan Bosnia-Herzegovina yang hendak memisahkan diri dari Yugoslavia. Peradilan tersebut dilaksanakan berdasarkan resolusi 808 Dewan Keamanan PBB Februari 1993 yang menetapkan pembentukan pengadilan internasional untuk mengadili para penjahat perang dan pelanggar hak asasi manusia di bekas negara Yugoslavia.
- International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dibentuk oleh Dewan Keamanan tahun 1994. Pengadilan ini dibentuk untuk mengadili kasus pelanggaran HAM akibat peperangan antar suku Huttu dan suku Tutsi di Rwanda, Afrika.
4. Dampak Atas Sanksi Pelanggaran HAM
Apabila suatu negara, misalnya Indonesia, telah dinyatakan
sebagai negara yang termasuk tinggi dalam
tingkat pelanggaran hak asasi manusia.
Hal ini
akan mengakibatkan kesan buruk
dan mencoreng citra baik Indonesia di dunia internasional. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, Indonesia akan dikucilkan dari kerja sama internasional.
Hal ini dapat mengakibatkan masalah
yang beruntun dan saling mempengaruhi secara kompleks, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Memperbesar Pengangguran
Angka
pengangguran akan semakin besar apabila suatu negara mulai ditinggalkan oleh penanam modal asing yang banyak memiliki
perusahaan di negeri kita. Dengan ditutupnya perusahaan sebagai tempat bekerja tenaga kerja Indonesia
berarti menghilangkan pekerjaan dan menambah jumlah angka pengangguran di Indonesia.
b. Memperlemah Daya Beli Masyarakat
Akibat
dari pengangguran adalah masyarakat tidak mempunyai kemampuan
ekonomi yang cukup atau daya belinya
semakin rendah, bahkan terjadi krisis ekonomi. Jika hal ini terjadi
dalam waktu yang lama dan meluas di seluruh
wilayah negara maka akan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
c. Memperbesar Jumlah Anggota Masyarakat Miskin
Pengangguran yang semakin meluas dan membengkak mengakibatkan jumlah masyarakat miskin semakin besar. Apabila
pemerintah/bersama rakyat tidak bekerja sama mengatasinya,
kondisi ekonomi akan merosot lebih parah.
d. Memperkecil Income/Pendapatan Nasional
Salah satu ukuran kemajuan suatu negara adalah tingkat
pendapatan per kapita. Apabila
tingkat pendapatan per kapitanya rendah, berarti satu indikasi bahwa penduduk di negara
itu dalam kondisi perekonomian yang
kurang atau tidak mengalami kemakmuran.
Meskipun hal ini sangat tergantung dengan masalah pemerataan ekonomi di
negara tersebut.
Ada negara yang pendapatan ekonominya
relatif rendah namun cukup
baik pemerataannya, seluruh rakyat
tetap dapat bertahan
dalam kondisi ekonomi
yang cukup. Lain halnya
dengan pendapatan suatu negara yang termasuk tinggi,
namun dalam pendistribusian kemakmurannya tidak merata, maka akan terdapat
sebagian anggota masyarakat yang menderita
kemiskinan dan sebagian lainnya
merasakan kemakmuran yang berlebih. Apalagi terhadap negara yang pendapatan per kapitanya rendah
masih ditambah dengan distribusi yang tidak merata,
tentu akan terasa lebih parah
kemiskinannya.
e. Merosotnya Tingkat Kehidupan Masyarakat
Kesulitan ekonomi sebagai
akibat besarnya angka pengangguran dapat menimbulkan kemerosotan mutu kehidupan
masyarakat. Dampak yang luas akan terasa di berbagai bidang dan aspek kehidupan
seperti ekonomi, sosial, pendidikan, kebudayaan, keamanan, dan sebagainya.
a. Kesulitan Memperoleh Bantuan dan Mitra Kerja Negara Asing
Citra dan kondisi yang buruk suatu negara dapat menimbulkan kesulitan yang semakin
besar. Tidak semua negara mampu memulihkan krisis ekonomi
pada saat sekarang dalam waktu yang singkat. Biasanya krisis yang semula berasal dari satu bidang ekonomi akan merembet atau berkembang ke bidang
yang lain. Negara atau pihak lain biasanya akan sedikit yang berminat untuk menjadi mitra kerja sama. Kalaupun ada yang bersedia, biasanya berasal dari
negara atau pihak yang sudah kuat,
dan itu pun dengan berbagai ikatan
persyaratan yang tidak selalu menguntungkan.
Jadilah suatu negara menjadi jajahan
bentuk baru dari negara kuat dan kaya.
Demikianlah uraian mengenai akibat tidak ditegakkan
upaya perlin- dungan hak asasi
manusia. Anda selaku
bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan penghargaan terhadap hakasasi manusia
senantiasa menginginkan terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan
sejahtera.
Kondisi
itu hanya
akan terwujud dalam negara yang memiliki
stabilitas nasional yang mantap,
penegakan hukum, serta perlindungan hak asasi manusia
secara nyata dalam semua tingkatan
masyarakat. Partisipasi seluruh warga negara sangat penting artinya dalam menegakkan supremasi
hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
E. Peran Serta dalam Penegakan HAM
1. Peran Serta Masyarakat
Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap aturan hukum dan penegakan hak asasi manusia belum cukup efektif untuk ditaatinya. Masyarakat masih memerlukan pelaksanaan dalam kenyataan, apakah benar-benar sesuai dengan perasaan keadilan dan hati nurani masyarakat atau tidak. Jika pelaksanaan suatu aturan hukum belum atau tidak sesuai dengan perasaan hukum yang dimilikinya, maka mereka belum tentu mendukungnya.
Oleh karena itu, dalam sebuah negara dan masyarakat yang demokratis sekaligus menghargai nilai-nilai kemanusiaan, sesuatu kebijakan pemerintah tidak selalu cepat implementasinya. Perlu perencanaan dan pengkajian apakah melanggar hak asasi manusia atau tidak. Sebab, umumnya sesuatu langkah kebijakan akan menimbulkan sejumlah kerugian bagi pihak-pihak tertentu.
Bagaimana kerugian itu dapat diminimalisir sementara manfaat dan keuntungan bisa diraih secara lebih maksimal bagi banyak orang.
Ini merupakan salah satu tanda kemajuan peradaban dalam masyarakat tersebut, sebab di antara tanda masyarakat beradab adalah menghargai hak asasi manusia. Ingat, main hakim sendiri merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan menurut hukum di samping besar kemungkinan melanggar hak asasi manusia. Apalagi biasanya pelaku main hakim sendiri didorong oleh rasa emosionalitas yang tinggi dan dapat melakukan kekeliruan serta merugikan korban.
Pemberitaan mengenai hak asasi manusia di Indonesia juga tidak lepas dari peran media massa dalam meliput berbagai peristiwa yang menyangkut masalah hak asasi manusia.
2. Peran Serta Organisasi
Di Indonesia ada berbagai organisasi sukarela yang bergerak dalam
penegakan HAM, antara lain Kontras. Imparsial,
YLBHI, PBHI, ELSAM.
Peran serta organisasi
adalah kesediaan untuk melibatkan
diri secara aktif dalam organisasi-organisasi sukarela (voluntary organization) yang bergerak dalam upaya penegakan HAM. Organisasi tersebut umumnya disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Keberadaan organisasi semacam itu amat penting. Hal itu setidaknya karena
upaya-upaya individual
saja tidak mencukupi,
diperlukan upaya-upaya
bersama warga masyarakat.
- Program kampanye. Program ini disusun untuk membentuk dan membantu perkembangan opini publik melalui seminar, konferensi, debat publik, lobi, dan program media massa.
- Program pengembangan informasi dan dokumentasi. Program ini dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan memproses informasi yang terkait dengan pelanggaran HAM, dan menyebarluaskan informasi tersebut melalui jejaring kerja dan masyarakat luas termasuk melalui publikasi ELSAM.
- Program pelayanan hukum. Program ini dirancang untuk memberikan pelayanan hukum kepada korban pelanggaran HAM, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
- Program pelayanan hukum. Program ini merancang pendidikan dan pelatihan HAM di daerah dan jejaring kerja yang menjadi prioritas ELSAM. Selain itu, pelatihan HAM juga diberikan untuk mahasiswa, praktisi hukum, dan aktivis pembela HAM.
- Program penanganan segera dan investigasi pelanggaran HAM. Selain Komnas HAM dan ELSAM, masih banyak lembaga lain yang bergerak dalam upaya perlindungan HAM di Indonesia. Ada yang bergerak di tingkat lokal, nasional, ataupun internasional. Lembaga-lembaga semacam itu amat penting karena merupakan motor penggerak penegakan HAM di Indonesia.
3. Peran Serta Tokoh Masyarakat
Tokoh atau pemimpin dalam masyarakat akan menjadi simbol kebaikan masyarakatnya. Hal ini berkaitan dengan tingkat kepercayaan warga terhadap pemimpinnya. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya, semakin berkualitas kepemimpinannya. Seterusnya, semakin berkualitas kepemimpinan seorang tokoh atau pemimpin akan semakin dipercaya dan ditaati oleh warganya. Apalagi dalam tatanan masyarakat yang masih berkultur kepemimpinan paternalistik di mana figur dan perilaku pemimpin dan tokoh masyarakat masih menjadi acuan masyarakatnya. Masyarakat menjadikan ia sebagai sosok penting dalam meningkatkan kesadaran hukum dan penghargaan serta perlindungan hak asasi manusia di masyarakatnya.
Demikianlah pentingnya kesadaran hukum dan penghargaan hak asasi manusia di masyarakat. Masyarakat yang baik akan melaksanakan kewajiban hukum dan menghargai serta menegakkan hak asasi manusia karena kesadarannya dan bukan keterpaksaan.
4. Peran Serta Individual
Peran serta individual yang dimaksud di sini adalah kesediaan untuk melibatkan diri secara sukarela dalam. proses penegakan HAM. Peran serta individual ini amat diperlukan. Sebab, penegakan HAM tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah. Masyarakat harus ikut serta menegakkan HAM. Bahkan bisa dikatakan, maju-mundurnya penegakan HAM sangat bergantung pada tingkat peran serta masyarakat. Semakin masyarakat aktif berpartisipasi dalam penegakan, HAM, kondisi HAM semakin baik. Sebaliknya, semakin pasif kondisi HAM semakin memburuk.
Pemberitaan mengenai hak asasi manusia di Indonesia juga tidak lepas dari peran media massa dalam meliput berbagai peristiwa yang menyangkut masalah hak asasi manusia. Karena itu, setiap warga negara yang baik akan berupaya berpartisipasi dalam penegakan HAM. Partisipasi tersebut bisa dilakukan dalam berbagai bentuk pilihan tindakan, antara lain:
- Berperilaku sesuai nilai-nilai HAM di mana pun berada, yaitu menghargai dan solider kepada sesama.
- Berusaha memahami berbagai instrumen HAM, dan pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat berusaha membagikan hasil pemahaman tersebut kepada teman, sahabat, atau warga masyarakat di sekitar lingkungan kita.
- Mengamati dan mendiskusikan berbagai perkembangan kebijakan HAM dan peristiwa pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
- Melibatkan diri dalam kelompok minat yang bertujuan untuk melakukan studi, penyadaran, kampanye, konsultasi, dan advokasi HAM.
- Turut-serta membangun opini publik melalui media massa mengenai wacana dan kasus HAM (misalnya menulis surat pernbaca, menulis opini, membuat berita, mengikuti pooling, membuat spanduk, membuat stiker, dan sebagainya).
- Bersedia menyatakan solidaritas dalam bentuk tindakan nyata untuk membantu korban pelanggaran HAM, terutama yang berada di lingkungan sekitar kita.
Persoalannya adalah bagaimana menggugah kesadaran masyarakat untuk menghargai hak asasi manusia di masyarakatnya sendiri. Apabila kesadaran hukum dan penghargaan hak asasi manusia semakin tinggi maka masyarakat semakin maju dan berkualitas.
Sebelum admin menutup postingan di atas. Admin ingin bertanya kepada anda sekalian. Apakah Hukum HAM sudah tepat diberlakukan di negara tercinta kita yaitu Indonesia ataukah masih kurang tepat ? Mohon berikan masukan di kolom komentar ya.
Demikianlah artikel yang kami bagikan tentang Penegakan Hak Asasi Manusia. Semoga bermanfaat dan di negara kita Indonesia, hukum HAM dapat diterapkan dengan baik tanpa merugikan pihak apapun.
0 Response to "Penegakan Hak Asasi Manusia"
Posting Komentar