Mobilitas Sosial Dan Hubungannya Dengan Struktur Sosial - Dalam kehidupan masyarakat, individu merupakan makhluk yang banyak bergerak atau dinamis. Kedinamisannya tersebut membuat manusia atau kelompok masyarakat cenderung untuk selalu bergerak dan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak hanya menyangkut nilai-nilai, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, interaksi sosial, tetapi juga menyangkut lapisan-lapisan dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dari satu lapisan ke lapisan lain menandakan adanya gerak sosial yang dilakukan secara vertikal atau terjadi perubahan secara mendatar dalam kelas sosial tanpa mengubah hierarkinya.
Maka dari itu, langsung saja anda menyimak penjelasan artikel yang membahas tentang Mobilitas Sosial Dan Hubungannya Dengan Struktur Sosial berikut ini.
A Pengertian Mobilitas Sosial
Mobilitas berasal dari kata latin mobilis, yang artinya mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Mobilitas sosial (social mobility) atau gerak sosial didefinisikan sebagai perpindahan orang atau kelompok dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain. Dengan kata lain, seseorang mengalami perubahan kedudukan (status) sosial dari suatu lapisan ke lapisan lain, baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah dari sebelumnya atau hanya berpindah peran tanpa mengalami perubahan kedudukan. Oleh karena itu, mobilitas sosial memiliki kaitan erat dengan struktur sosial. Seperti menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial. Misalnya, apabila seorang guru beralih pekerjaan menjadi pemilik toko buku, kemudian dia melakukan gerak sosial. Juga apabila seseorang yang mendapat gaji bulanan sebesar Rp500.000,00 kemudian pindah pekerjaan karena tawaran gaji yang lebih tinggi. Proses tadi tidak hanya terbatas pada individu-individu saja, tetapi mungkin juga pada kelompok sosial. Misalnya, suatu golongan minoritas dalam masyarakat, berasimilasi dengan golongan mayoritas.
Mobilitas Sosial Dan Hubungannya Dengan Struktur Sosial |
Pengertian mobilitas sosial dalam sosiologi merupakan gejala sosial yang kompleks yang terdiri atas hal-hal berikut.
Arah mobilitas sosial berlangsung secara :
- vertikal, yaitu perubahan status sosial atau kelas sosial seseorang, ke atas untuk naik statusnya ataupun ke bawah yang merupakan penurunan statusnya,
- horizontal atau mendatar, yaitu perubahan status seseorang dalam kelas sosialnya tanpa berubah hierarki prestise dan jenis kelas sosial.
Mobilitas sosial dilihat dari waktu, baik yang berlangsung dalam satu generasi maupun dari satu generasi ke generasi lainnya. Mobilitas yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya disebut mobilitas segenerasi.
B. Kedudukan dan Peran Sosial
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, mobilitas sosial dapat terjadi, baik secara horizontal maupun vertikal. Tidak hanya dilakukan oleh seseorang atau kelompok sebagai orang yang langsung terlibat di dalamnya, tetapi dapat pula terjadi pada keturunannya atau antar-generasi. Pengertian mobilitas inter generasi (antargenerasi) adalah mobilitas antara dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya atau generasi sekarang (dalam keluarga anak, anak adalah kepala keluarga) dan generasi pendahulu (keluarga ayah, ayah sebagai kepala keluarga).
Mobilitas sosial berhubungan dengan kedudukan dan peran seseorang atau kelompok untuk mencapai kedudukan dan mungkin peran lain yang berbeda dengan semula. Untuk mencapai kedudukan yang dianggap baik atau terpandang oleh masyarakat, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Demikian pula, kedudukan atau peran sosial yang telah dimiliki oleh seseorang atau masyarakat, tidak selamanya tetap bertahan pada tingkat yang sama, tetapi selalu mengalami perubahan, baik ke tingkat yang lebih tinggi maupun ke tingkat yang lebih rendah, atau berubah dari suatu kedudukan dan peran sosial ke kedudukan dan peran sosial yang lain. Antara kedudukan dan peran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam mobilitas sosial. Kedudukan seseorang dapat menjadi lebih tinggi atau menurun karena adanya penghargaan yang diberikan kepada peran-perannya. Sebaliknya, keberhasilan seseorang atau masyarakat dalam melakukan perannya juga bergantung pada kedudukannya. Hal ini biasanya berhubungan dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki. Contohnya, seorang karyawan biasa karena memiliki prestasi dan keterampilan melebihi karyawan lainnya maka ia diangkat menjadi manajer atau kepala personalia; sebaliknya, seorang manajer yang kurang memiliki kemampuan dalam memimpin perusahaan maka ia akan dipindahkan oleh direkturnya ke bagian lain yang lebih rendah menjadi karyawan biasa atau mungkin di PHK.
Gerak sosial memiliki beberapa dimensi, tetapi yang paling prinsip dari tipe-tipe tersebut adalah gerak sosial yang horizontal dan gerak sosial vertikal.
1. Mobilitas Sosial Horizontal
Mobilitas sosial horizontal terjadi apabila terdapat perubahan kedudukan pada strata yang sama. Perubahan kedudukan terjadi pada orang yang sama disebut mobilitas sosial horizontal intragenerasi. Kedudukan seseorang dapat berubah naik atau turun pada lapisan atau strata yang sama, tanpa mengubah kedudukan yang bersangkutan. Akan tetapi, peran yang dipegang seseorang dapat berubah. Jika dihubungkan dengan gaji atau imbalan yang didapat oleh seseorang, perubahan kedudukan secara horizontal tidak memengaruhi tingkat imbalan orang yang bersangkutan. Misalnya sebagai berikut.
- Seseorang bekerja di perusahaan sebagai sekretaris, pada suatu saat dipindahkan menjadi bendahara. Orang yang bersangkutan tetap memperoleh gaji yang sama.
- Seseorang diberi tugas oleh presiden untuk menjadi menteri pertanian pada suatu kabinet selama lima tahun. Pada pergantian kabinet berikutnya, yang bersangkutan diserahi tugas sebagai menteri perindustrian.
- Seorang guru di sebuah SMA di kota A pindah ke SMA di kota B. Guru tersebut tidak mengalami perubahan kedudukan dan peran, tetapi hanya berpindah tempat kerja.
Pergeseran-pergeseran tersebut tidak menurunkan atau menaikkan posisi yang bersangkutan, tetapi bukan berarti tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan yang muncul umumnya terjadi pada saat penyesuaian diri (adaptasi). Adakalanya yang bersangkutan harus mempelajari dan melatih keterampilan yang baru. Begitu pula penyesuaian terhadap kelompok yang didatangi, harus dimulai dengan mengenal dan menerima kembali sifat-sifat dan perilaku rekan sekerjanya agar dapat bekerja sama untuk meningkatkan prestasi kerja di kelompoknya. Eratnya hubungan sosial dan kerja sama yang telah terbina di kelompok yang ditinggalkan, dijalin kembali di kelompok yang baru.
Mobilitas sosial horizontal antargenerasi (intergenerasi) terjadi apabila anak dan orangtuanya berbeda pekerjaan, tetapi memiliki kedudukan sosial yang sama. Misalnya,
- Orangtua mempunyai kedudukan sebagai petani kaya dan digolongkan sebagai kelas menengah di masyarakat, tetapi anaknya tidak menginginkan untuk mengikuti jejak orang-tuanya. Anak petani lebih memilih menjadi seorang pedagang yang berhasil dan kaya sehingga keduanya sama-sama berada pada tingkat sosial kelas menengah.
- Seorang ayah mempunyai kedudukan pegawai negeri dan berperan sebagai guru di sebuah SMA di kota X, anaknya menjadi pegawai negeri di kantor pemerintah. Keduanya memiliki kedudukan yang sama, tetapi memiliki peran yang berlainan.
Mobilitas horizontal antargenerasi ini terjadi apabila orangtua dan anaknya mempunyai kedudukan yang sama, tetapi peran berbeda. Dengan kata lain bahwa suatu generasi (orangtua) tidak menurunkan segalanya kepada generasi berikutnya (anak).
2. Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah (social sinking).
Setiap orang di masyarakat tidak selamanya memiliki kedudukan yang tetap, tetapi selalu mengalami perubahan. Begitu pula halnya dengan seorang karyawan yang tidak ingin selamanya menempati kedudukan sama, Ia akan berusaha untuk naik ke kedudukan yang lebih tinggi. Jabatan yang dipegang oleh seseorang tidak dapat dilepaskan dari kedudukan sosialnya, karena jabatan dapat melambangkan kedudukan sosial. Akan tetapi, jabatan tidak dapat dipegang selamanya karena jabatan suatu saat akan diserahkan kepada orang lain. Orang yang menempati jabatan sebelumnya dapat saja naik untuk menempati jabatan yang lebih tinggi atau selesai bekerja karena pensiun sehingga tidak mempunyai jabatan lagi dan kedudukan sosialnya menurun. Hal tersebut dinamakan gerak naik turun atau mobilitas sosial vertikal.
Seseorang yang sudah lama bekerja di suatu kantor atau perusahaan, akan berusaha mendapatkan kenaikan gaji. Dengan adanya kenaikan gaji tidak berarti naiknya kedudukan ke tingkat yang lebih tinggi karena yang bersangkutan tetap menempati jabatan semula. Akan tetapi, apabila yang bersangkutan hanya pegawai biasa atau juru ketik karena prestasi kerja, maka dinaikkan kedudukannya menjadi kepala bagian. Perpindahan kedudukan dari lapisan yang lebih rendah ke lapisan yang lebih tinggi tersebut dinamakan promosi. Contoh lain dari promosi atau mobilitas naik seperti berikut.
- Seorang guru, karena prestasi dan pangkat yang telah mencukupi, mendapat promosi jabatan untuk menjadi kepala sekolah.
- Seorang bupati yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan dewan, kemudian terpilih menjadi gubernur.
Sebagai kepala sekolah atau gubernur, apabila telah habis masa jabatannya dan tidak dapat diangkat lagi, akan kembali ke jabatan sebelumnya atau berhenti sama sekali (pensiun). Jabatan yang dipegang seseorang merupakan peran yang harus dilaksanakan sesuai dengan kedudukan yang dimiliki. Dengan demikian, mobilitas sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu.
- masuknya individu-individu atau seseorang yang memiliki kedudukan rendah ke tingkat kedudukan yang lebih tinggi;
- pembentukan suatu kelompok sosial baru kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari orang-orang pembentuk kelompok tersebut.
Adapun mobilitas vertikal menurun juga memiliki dua bentuk utama, yaitu:
turunnya kedudukan seseorang ke tingkat yang lebih rendah daripada sebelumnya;
turunnya derajat sekelompok orang dari tingkat sebelumnya, yang disebut dengan desintegrasi atau degradasi.
Mobilitas sosial yang vertikal memiliki beberapa ciri, yaitu sebagai berikut.
- Masyarakat yang bersangkutan adalah masyarakat yang terbuka, artinya lapisan atau kelas-kelas sosial yang ada di dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan untuk naik turunnya kedudukan anggota masyarakatnya.
- Setiap warga masyarakat (negara) mempunyai kedudukan hukum yang sama tingginya.
- Gerak naik ke lapisan kedudukan yang lebih tinggi mengan-dalkan kesanggupan seseorang mengatasi sistem seleksi yang semakin berat. Misalnya, setiap orang berhak untuk menempati kedudukan apapun di negara ini asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Mobilitas sosial vertikal terjadi pada orang yang bersangkutan atau pada keturunannya, terdapat dua bentuk yang dinamakan mobilitas vertikal intragenerasi dan mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi). Mobilitas vertikal intragenerasi yaitu mobilitas sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok itu sendiri. Mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi) yaitu mobilitas sosial tidak dilakukan langsung oleh seseorang atau kelompok, tetapi oleh keturunannya, baik anak maupun cucunya. Misalnya, sebagai berikut.
- Bapak X seorang pengemudi angkutan kota, tetapi anaknya disekolahkan sampai mendapat gelar insinyur (sarjana teknik), kemudian bekerja di perusahaan pertambangan yang dikelola oleh swasta nasional.
- Bapak Y seorang pengusaha kaya di kotanya, tetapi anaknya memilih menjadi seniman.
Mobilitas vertikal tidak selalu dilakukan oleh yang bersangkutan baik gerak naik maupun gerak turun. Kadangkala seseorang ingin mewariskan kedudukan atau menginginkan lapisan dan kelas sosial kepada anaknya agar sama dengan dirinya. Akan tetapi, anak sering memilih hal lain yang berbeda dari pilihan orangtuanya karena anak mempunyai keinginan untuk bebas dalam menentukan nasibnya sehingga kedudukan yang dimiliki anak dapat berbeda dengan orangtua, baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah.
Berikut ini prinsip-prinsip umum bagi mobilitas sosial vertikal, yaitu sebagai berikut.
- Hampir tidak ada masyarakat yang sistem sosialnya bersifat tertutup sama sekali (mutlak), seperti masyarakat berkasta di India. Walaupun mobilitas sosial vertikal hampir tidak tampak, proses perubahan tetap terjadi. Misalnya, seorang dari kasta brahmana yang berbuat kesalahan besar dapat turun ke kasta yang lebih rendah atau mobilitas sosial vertikal ini dapat terjadi karena perkawinan yang berbeda kasta.
- Betapapun terbukanya sistem sosial yang berlapis-lapis di masyarakat, tidak mungkin mobilitas sosial vertikal dilakukan sebebas-bebasnya. Hal ini karena tidak mungkin ada stratifikasi (lapisan) sosial yang menjadi ciri tetap dan umum di setiap masyarakat.
- Mobilitas sosial vertikal berlaku umum bagi semua masyarakat karena setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri tersendiri bagi mobilitas sosial vertikal.
- Laju mobilitas sosial vertikal dapat disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, dan pekerjaan yang masing-masing berbeda.
- Mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang terus berkesinambungan (continue), baik bertambah naik maupun menurun, tetapi akan selalu mengalami perubahan. Hal ini karena orang yang memiliki suatu kedudukan dan peran tidak akan selamanya sama.
Selain itu, mobilitas sosial dapat dibedakan dalam dua jenis yang didasarkan pada keadaan dari tolok ukur bagaimana para individu dalam lapisan sosial berupaya mengubah dirinya, yaitu sebagai berikut.
- Mobilitas yang disponsori (sponsored mobility) bergantung pada bagaimana kategori dan posisi individu memperoleh pendidikan, keturunan, atau dari kelas sosial yang dianggap memiliki peluang bergerak.
- Mobilitas sosial tandingan (contest mobility) akan bergantung pada upaya dan kemampuan para individu, karena persaingan itu terbuka maka status elite tertentu mungkin saja akan dicapai seseorang.
Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal di masyarakat terdapat saluran-salurannya karena setiap terjadi mobilitas sosial vertikal akan melalui saluran tertentu yang disebut social circulation. Saluran yang penting untuk terjadinya mobilitas sosial vertikal yaitu sebagai berikut.
Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata memainkan peranan penting dalam mempertahankan kedaulatan negara bahkan dengan cara perang sekalipun. Jika di dalam perang terdapat seorang prajurit yang berjasa dalam pertempuran, yang bersangkutan akan dihargai tanpa memandang kedudukan sebelumnya. Jika prajurit tersebut yang berasal dari kedudukan yang rendah, dapat naik pangkat ke tingkat yang lebih tinggi.
Lembaga Keagamaan
Lembaga keagamaan merupakan salah satu saluran penting dalam gerak sosial. Setiap ajaran agama memandang bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sederajat. Untuk mencapai tujuan ini, banyak pemuka agama bekerja keras untuk menaikkan kedudukan umatnya dari lapisan rendah ke tingkat yang lebih tinggi agar satu sama lain memiliki derajat yang sama. Misalnya, Nabi Muhammad saw berusaha untuk menaikkan derajat wanita dan budak agar sederajat dengan umatnya yang lain. Di dalam sejarah dikenal Paus Gregorius VII yang jasanya sangat besar dalam pengembangan agama Katolik, padahal beliau adalah putra seorang tukang kayu. Ada pula Siddharta Buddha Gautama, di agama Buddha.
Lembaga Pendidikan
Sekolah merupakan saluran yang nyata dari mobilitas sosial vertikal, bahkan dianggap sebagai social elevator (pengangkat kedudukan sosial) yang bergerak dari kedudukan rendah ke kedudukan tinggi di masyarakat. Pada suatu perusahaan atau pemerintahan di Indonesia pada umumnya mempekerjakan dan memberi gaji para pegawai sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka miliki. Misalnya sebagai berikut.
- Pada kolom gaji bagi pekerja yang masuk secara bersamaan. Besarnya gaji lulusan SMP akan berbeda dengan yang gaji lulusan SMA.
- Seorang karyawan di sebuah instansi atau lembaga yang bekerja sambil kuliah yang sesuai dengan pekerjaannya, setelah lulus tentu gajinya akan disesuaikan dengan latar belakang pendidikan yang telah diperoleh.
Organisasi Politik
Setiap anggota dari kontestan peserta pemilu mempunyai peluang untuk menaikkan kedudukannya ke tingkat yang lebih tinggi. Seseorang yang dicalonkan oleh salah satu peserta pemilu untuk menjadi wakil rakyat harus pandai berorganisasi dan dapat menggerakkan massa. Selain itu, untuk menjadi anggota DPR, yang bersangkutan sebelumnya harus tercantum dalam daftar orang yang berhak dipilih yang mewakili salah satu kontestan pemilu. Agar dapat terpilih, orang tersebut harus membuktikan memiliki kepribadian dan aspirasi-aspirasi yang baik. Apabila seseorang telah menjadi anggota DPR, kedudukannya akan meningkat dari sebelumnya. Dengan demikian, organisasi politik adalah salah satu wadah bagi seseorang untuk melakukan mobilitas sosial vertikal.
Organisasi Ekonomi
Organisasi ekonomi memegang peranan yang penting dalam
mobilitas sosial vertikal. Keadaan ekonomi seseorang di masyarakat akan menentukan kedudukan dan lapisan sosial seseorang. Bagi orang yang berhasil dalam bidang ekonomi berarti yang bersangkutan berada pada lapisan atas di masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seseorang akan berada pada salah satu organisasi ekonomi sebagai saluran mobilitas sosial vertikal, seperti Perum, PT, atau CV.
Organisasi Keahlian
Organisasi keahlian merupakan salah satu wadah atau saluran yang menampung setiap orang yang memiliki keterampilan atau keahlian tertentu, seperti (Ikatan Dokter Indonesia) IDI, (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) ISPI, (Ikatan Sosiologi Indonesia) ISI. Jika seseorang memiliki keahlian, ia berharap dapat menduduki lapisan sosial yang tinggi di masyarakat. Ia akan masuk organisasi yang sesuai dengan keahliannya. Organisasi tersebut akan memperkenalkan hasil karya yang telah dibuatnya kepada masyarakat sehingga dengan sendirinya yang bersangkutan akan dikenal oleh khalayak.
Perkawinan
Mobilitas sosial vertikal dapat terjadi karena perkawinan. Melalui perkawinan, kedudukan seseorang dapat terangkat atau bahkan menurun. Seseorang yang menikah dengan orang yang berasal dari lapisan atas, ia dapat ikut naik kedudukannya. Akan tetapi, tidak demikian apabila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam masyarakat.
C. Faktor-Faktor Penentu Mobilitas
Di masyarakat terdapat beberapa faktor yang menentukan terjadinya mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Struktur
Faktor struktur ialah faktor yang menentukan jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memer-olehnya. Faktor struktur meliputi hal-hal berikut.
a. Struktur Pekerjaan
Setiap individu dalam masyarakat akan memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan kedudukan sosial yang rendah. Setiap masyarakat pasti mempunyai pola dan ciri tersendiri dalam menentukan kedudukan seseorang. Masyarakat yang kegiatan perekonomiannya bergantung pada bidang pertanian dan penyediaan bahan-bahan baku (pertambangan dan kehutanan), biasanya memiliki banyak warga masyarakat yang menempati kedudukan pada lapisan rendah, dan sedikit warga masyarakatnya menempati kedudukan pada lapisan atas.
b. Perbedaan Fertilitas
Di masyarakat atau negara yang mempunyai tingkat kelahiran tinggi akan sulit terjadi mobilitas sosial vertikal naik, dibandingkan dengan masyarakat atau negara dengan tingkat kelahiran rendah. Oleh karena itu, rendahnya tingkat kelahiran akan memberi kesempatan pada masyarakat lapisan bawah untuk menempati kedudukan sosial pada lapisan menengah atau lapisan atas.
c. Ekonomi Ganda
Banyak negara berkembang memiliki dua tipe ekonomi yang berbeda, yaitu sebagai berikut.
- Tipe ekonomi tradisional, terdapat banyak masyarakatnya sebagai petani yang mengonsumsi hasil produksi mereka dan sedikit menjual hasil produksinya ke pasar sehingga mobilitas sosial vertikal menaik mengalami kemandegan atau bahkan mengalami penurunan; dan
- Tipe ekonomi modern atau pasar, masyarakat banyak bekerja di sektor industri yang memproduksi untuk pasar sehingga banyak kesempatan untuk terjadi mobilitas sosial vertikal naik bagi setiap warga masyarakat yang terlibat di dalamnya.
d. Penghambat dan Penunjang Mobilitas Sosial
Pada masyarakat yang memiliki sistem sosial terbuka, cenderung mengalami kesulitan mobilitas sosial vertikal naik karena kesempatan tersebut sulit untuk didapatkan. Contohnya adalah adanya diskriminasi untuk lapisan sosial tertentu yang melakukan jalan pintas untuk mendapatkan pekerjaan (koneksi, nepotisme, sogok). Walaupun demikian, bukan berarti kesempatan untuk maju sama sekali tidak ada karena di Indonesia terbuka kesempatan sebesar-besarnya untuk meraih keberhasilan dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan:
- Setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
- Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dengan adanya jaminan dari undang-undang tersebut, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik tanpa kecuali.
2. Faktor Individu
Walaupun faktor struktur dapat menentukan jumlah kedudukan tinggi dengan penghasilan yang besar di masyarakat, faktor individu juga banyak berpengaruh dalam menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan tinggi. Faktor individu ini meliputi hal-hal berikut.
a. Perbedaan Kemampuan
Bakat yang dimiliki setiap orang akan berbeda-beda sehingga kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di masyarakat akan berbeda pula. Dengan demikian, kemampuan untuk memperoleh kedudukan bergantung pada usaha yang ber-sangkutan untuk memperolehnya, dan perbedaan kemampuan merupakan faktor yang penting untuk menentukan keberhasilan hidup dan mobilitas sosial.
b. Orientasi Sikap terhadap Mobilitas
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan masa depan mobilitas sosial, di antaranya sebagai berikut.
- Pendidikan. Pendidikan merupakan jalan ke arah mobilitas sosial untuk mendapatkan kedudukan yang diinginkan seseorang. Jika bekerja di sebuah instansi, latar belakang pendidikan yang berbeda akan berpengaruh terhadap kedudukan dan pendapatan yang selayaknya diterima.
- Kebiasaan Kerja. Kerja keras merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kedudukan sebelumnya. Walaupun kerja keras tidak sepenuhnya menjamin mobilitas naik, tidak banyak orang dapat mengalami mobilitas naik tanpa bekerja keras. Oleh karena itu, kerja keras diperlukan untuk meningkat kan prestasi kerja, yang akhirnya akan meningkatkan kedudukan seseorang.
c. Pola Penundaan Kesenangan
Peribahasa mengatakan “berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, lebih baik jika kesenangan sesaat ditinggalkan agar kelak mendapat suatu kebahagiaan sehingga akan meningkatkan kedudukannya.
d. Pola Kesenjangan Nilai
Perilaku yang dapat menghambat terjadinya mobilitas sosial vertikal naik, terdapat dua hal, yaitu sebagai berikut.
- Bahwa seseorang tidak sepenuhnya berupaya mencapai sasaran yang diidamkan;
- Mereka tidak menyadari bahwa sejumlah perilaku tertentu tidak menunjang sasaran tersebut. Misalnya sebagai berikut.
- Seorang siswa Kelas XI SMA tidak melaksanakan nasihat gurunya untuk belajar lebih giat, tetapi bermalas-malasan, akibatnya siswa yang bersangkutan tidak naik ke Kelas XII.
- Seorang pekerja menghendaki kedudukan yang lebih baik, tetapi ia tidak mampu tiba di tempat kerja tepat pada waktunya atau selalu melalaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Pola kesenjangan nilai, memungkinkan seseorang memercayai nilai yang diakuinya, tetapi yang bersangkutan tidak melakukan usaha untuk mencapai sasaran tersebut atau mengakui segala kesalahan yang diperbuatnya sebagai penyebab dari kegagalan. Dengan kata lain, bahwa seseorang mungkin saja mengetahui yang baik dilakukan untuk memperoleh kedudukan, tetapi tidak dilaksanakan. Akibatnya, yang bersangkutan gagal memperoleh hasil yang dicita-citakan.
D. Konsekuensi Mobilitas Sosial
Para sosiolog melakukan penelitian mobilitas sosial untuk mendapatkan keterangan tentang keteraturan dan keluwesan struktur sosial. Para sosiolog mempunyai perhatian yang khusus terhadap kesulitan yang secara relatif dialami oleh individu dan kelompok sosial dalam mendapatkan kedudukan yang terpandang oleh masyarakat. Semakin seimbang kesempatan untuk mendapat-kan kedudukan tersebut, akan semakin besar mobilitas sosial. Hal itu berarti bahwa sifat sistem lapisan masyarakat semakin terbuka. Pada masyarakat berkasta yang bersifat tertutup, hampir tidak ada gerak sosial yang bersifat vertikal karena kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan yang dilakukan, pendidikan yang diperoleh, dan seluruh pola-pola hidupnya telah diketahui sejak dia dilahirkan, karena struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, semua kedudukan yang hendak dicapai diserahkan pada usaha dan kemampuan si individu. Memang benar, bahwa anak seorang pengusaha mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang tukang sapu di jalan. Akan tetapi, kebudayaan di masyarakat kita tidak menutup kemungkinan bagi anak tukang sapu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada kedudukannya yang dimiliki semula. Bahkan sebaliknya, sifat terbuka dalam sistem lapisan, dapat mendorong dirinya untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih terpandang dalam masyarakat. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan kesulitan, misalnya birokrasi yang berbelit-belit, biaya, dan kepentingan yang tertanam dengan kuat.
Pengaruh mobilitas sosial, baik secara horizontal maupun secara vertikal, umumnya membawa akibat-akibat tertentu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif terhadap pelakunya. Pengaruh positif adanya mobilitas sosial vertikal, di antaranya sebagai berikut.
- Keberhasilan yang dicapai seseorang, yang dilakukan melalui kerja keras, diharapkan mampu mendorong anggota masyarakat lainnya untuk meniru keberhasilan yang telah dicapai oleh orang tersebut.
- Suatu kedudukan yang baik, tidak diperoleh dengan mudah tetapi dengan perjuangan, keuletan, dan kerja keras. Begitu pula perlu ditanamkan perjuangan hidup untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.
Tidak sedikit orang yang berhasil karena pendidikan. Dengan pendidikan, diharapkan kedudukan seseorang menjadi lebih baik. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan diharapkan diturunkan oleh orangtua kepada anak-anaknya dan orang lain.
Kegagalan yang didapatkan bukan akhir dari segalanya, melainkan sebagai pengalaman berharga untuk bangkit kembali dengan memperbaiki setiap kesalahan yang pernah dilakukan.
Keberhasilan yang dicapai sebagai mobilitas sosial vertikal, tidak selamanya membawa kebahagiaan bagi pelaku perubahan. Adakalanya hal tersebut dapat menimbulkan konflik antarkelas sosial, kelompok sosial, dan antargenerasi. Pelaku mobilitas sosial pun harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang telah dicapainya.
Berikut ini konsekuensi yang mungkin timbul dari adanya mobilitas sosial.
1. Munculnya Konflik
Keberhasilan yang dicapai dalam memperoleh kedudukan bagi seseorang atau kelompok, tidak mungkin tanpa adanya perasaan tidak senang dari orang atau kelompok lain. Hal itu dapat mening-katkan pertentangan antara yang berhasil mendapatkan kedudukan dengan yang tidak berhasil atau yang merasa tergeser oleh orang yang menempati kedudukan baru.
Berikut ini macam-macam konflik yang mungkin terjadi dalam kehidupan sosial.
a. Konflik Antarkelas Sosial
Pertentangan dapat terjadi apabila seseorang dari lapisan sosial bawah menduduki posisi di lapisan menengah atau atas, kemudian kelompok lapisan sosial yang didatangi merasa terganggu, akhirnya terjadi pertentangan. Misalnya sebagai berikut.
- Amir anak seorang pengemudi becak berhasil menjadi pedagang yang kaya dan memiliki kedudukan yang terhormat di masyarakat. Hal yang demikian kadangkala menyebabkan ketidaksenangan dari mereka yang telah lebih dahulu berada pada lapisan menengah sehingga Amir perlu untuk meredam pertentangan dengan cara menyesuaikan diri terhadap kondisi kelas atau lapisan sosial yang baru.
- Pertentangan kelas dapat pula disebabkan oleh mobilitas sosial vertikal yang menurun, contohnya bapak X seorang pengusaha kaya mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Apabila perilaku sosial bapak X sebelum bangkrut tidak diterima oleh lapisan bawah karena sombong dengan kekayaannya maka setelah bapak X berada di kelas bawah menjadi terasing di lingkungan sosialnya.
Perkawinan yang terjadi pada masyarakat yang memiliki sistem sosial tertutup atau masyarakat yang memberlakukan sistem kasta. Seseorang dari kasta rendah kawin dengan orang yang berasal dari kasta lebih tinggi karena perkawinan menyebabkan kedudukannya terangkat dari sebelumnya. Hal inipun dapat menyebabkan ketidaksenangan dari lapisan masyarakat yang didatangi, dan dianggap mengotori atau mengganggu keutuhan kasta yang lebih tinggi.
Karyawan di sebuah pabrik sebagai tulang punggung industri, menuntut kenaikan gaji dan fasilitas lain yang dianggap tidak dapat menjamin untuk hidup layak. Oleh karena itu, karyawan yang merupakan lapisan bawah dalam perekonomian menuntut hak yang harus diterimanya kepada pengusaha (atau orang-orang yang mengendalikan dan menentukan kebijaksanaan perusahaan).
b. Konflik Antarkelompok Sosial
Pertentangan yang terjadi pada kelompok sosial, tidak jauh berbeda dengan konflik pada kelas atau lapisan sosial. Konflik yang dilakukan oleh kelas sosial berupa orang perorangan, tetapi konflik pada kelompok sosial berupa kumpulan orang yang melakukan pertentangan. Misalnya sebagai berikut.
- Kelompok mayoritas apabila berada di bawah kelompok minoritas dalam menguasai perekonomian maka akan menyebabkan saling mencurigai, merasa tidak puas dengan kedudukan yang diperoleh kelompok minoritas.
- Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok tertentu akan menyebabkan ketidakpuasan kelompok lain sehingga mereka menuntut persamaan hak.
c. Konflik Antargenerasi
Situasi sosial seperti pergaulan, pendidikan, zaman, teknologi yang dialami oleh seorang anak akan berbeda dengan situasi sosial orangtuanya. Perbedaan ini akan membawa pertentangan apabila kedudukan anak sama atau lebih tinggi daripada orangtuanya. Pertentangan ini tidak selalu terjadi dengan orangtuanya sajatetapi dapat juga dengan orang lain yang lebih tua. Misalnya:
Di suatu kantor seorang pemuda berusia 20 tahun memiliki ke-dudukan yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain yang ada di sekelilingnya yang rata-rata berusia 45 tahun ke atas sehingga pemuda yang bersangkutan harus memimpin orang-orang yang usianya jauh lebih tinggi sebagai bawahannya. Tidak sedikit di antara mereka merasa digurui oleh anak yang lebih muda. Hal ini mengakibatkan terjadinya pertentangan antargenerasi dan akan terus berlanjut apabila tidak adanya kesadaran di antara mereka untuk saling memahami sikap dan tindakan masing-masing.
Nasihat yang baik tidak selalu datang dari orangtua, adakalanya nasihat datang dari anak muda. Akan tetapi, orangtua jarang menerima nasihat yang datang dari anak muda yang usianya jauh di bawah usia orangtua karena dianggap menggurui, tidak pantas, dan tidak sopan. Orangtua yang demikian memiliki sikap yang konservatif (kolot) tidak terbuka terhadap keadaan zaman yang telah berubah. Anak muda dengan kemampuan dan pendidikannya dapat melakukan mobilitas vertikal sehingga memiliki kedudukan yang lebih baik daripada orangtua.
2. Adaptasi terhadap Mobilitas Sosial
Setiap mobilitas sosial yang telah dilakukan memerlukan penyesuaian diri agar tidak selalu terasing dengan situasi yang baru. Jika seseorang atau kelompok tidak dengan cepat menyesuaikan diri dengan situasi dari hasil mobilitas sosial tersebut, yang bersangkutan dianggap ketinggalan, lebih tepatnya disebut ketinggalan kebudayaan (culture lag). Kedudukan kelas sosial yang lebih tinggi dapat saja dicapai, tetapi perilaku yang tidak sesuai dengan kedudukan atau kelas sosial yang baru sudah dilakukan? Dalam hal ini, akan lebih tepat apabila kita sebut sebagai kebudayaan adaptif yang artinya penyesuaian kebudayaan. Kebiasaan dan tindakan manusia yang dimiliki seseorang sesuai dengan kedudukan pada kelas atau lapisan sosialnya. Hal ini merupakan bagian dari kebudayaan lapisan sosial yang bersangkutan. Kebudayaan adalah keseluruhan pola lahir dan batin yang memungkinkan terjadinya hubungan sosial di antara anggota-anggota masyarakat.
Kedudukan yang dicapai seseorang dapat dianggap sebagai kebudayaan baru yang harus dihadapi oleh orang yang melakukan mobilitas sosial sehingga yang bersangkutan harus menyesuaikan diri dengan meninggalkan kebudayaan lama sebelum kedudukan-nya berubah.
Penyesuaian diri atau adaptasi terhadap kebudayaan materiil seperti benda-benda dan hasil karya manusia mudah untuk dilakukan atau dengan sendirinya akan dimiliki oleh orang yang kedudukannya meningkat. Akan tetapi, sikap, perilaku, dan kebiasaan seseorang akan sulit untuk berubah. Seseorang perlu menyesuaikan diri dengan kedudukannya tersebut dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan diri.
Berikut ini beberapa perubahan yang disebabkan oleh mobilitas sosial sehingga kedudukan seseorang meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi sikap dan perilaku lambat menyesuaikan diri.
- Orang kaya yang bangkrut dan menjadi miskin, tetapi perilaku dan kebiasaannya seakan-akan tetap kaya. Misalnya, bapak B seorang pengusaha yang kaya mengalami kegagalan usahanya (bangkrut) kemudian jatuh miskin, dalam kehidupan sehari-hari selalu ingin dihormati oleh orang sekelilingnya dan masih selalu memerintah orang lain seperti kepada bawahannya.
- Seorang sarjana, di daerahnya sebagai pemuka masyarakat dan yang notabene selalu rasional sering dihormati oleh warga, tetapi ia sering meminta kekuatan dan nasihat dukun agar setiap orang tunduk kepadanya.
Seseorang terkadang berperilaku tidak sesuai dengan kedudukannya. Halini hanya perilaku seperti yang dicontohkan tersebut. Perilaku orang tersebut akibatnya dianggap sebagai orang yang ketinggalan kebudayaan (culture lag)
Itulah postingan dan penjelasan mengenai Mobilitas Sosial Dan Hubungannya Dengan Struktur Sosial, yang admin bagikan pada kali ini. Semoga bermanfaat.
0 Response to "Mobilitas Sosial Dan Hubungannya Dengan Struktur Sosial"
Posting Komentar